Minggu, 19 November 2023

Wanita Tak Bersanggul - Asep Muhyidin

     Di sebuah desa kecil yang terpencil, Maya hidup di tengah norma-norma sosial yang kaku. Desa ini dipimpin oleh Pak Budi, seorang kepala desa yang memegang teguh tradisi dan nilai-nilai konservatif. Namun, di balik ketidaksempurnaan desa itu, Maya tumbuh sebagai gadis muda yang cerdas dan pemberani.

    Setiap pagi, Maya berdiri di halaman rumahnya, merasakan udara segar dan melihat pepohonan yang bergoyang-goyang seiring angin pagi. Sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa ada yang tidak beres dengan norma-norma yang membatasi kebebasan individu, khususnya perempuan, di desanya. Dia menganggap bahwa sanggul, simbol perempuan dalam desa itu, adalah sesuatu yang membatasi kebebasan dan mengikat perempuan pada norma-norma yang kuno.

    Suatu hari, Maya bertemu dengan Rizky, seorang pemuda dari desa tetangga yang memiliki pandangan progresif tentang kesetaraan gender. Mereka menjadi sahabat sejati, dan bersama-sama, mereka merencanakan sebuah langkah besar untuk menggugah kesadaran masyarakat akan peran gender.

    Pagi itu, Maya dan Rizky menggantungkan spanduk undangan di beranda balai desa. "Diskusi Terbuka: Membahas Peran Gender dalam Pembangunan Desa." Mereka berdua yakin bahwa inilah langkah pertama menuju perubahan yang mereka idamkan.

    Pertemuan dimulai dengan wajah-wajah skeptis dari warga desa. Ibu Maya duduk di antara ibu-ibu lainnya, gelisah melihat anaknya memimpin sesuatu yang dianggap kontroversial. Pak Budi, duduk di pojok ruangan, menyimpan pandangan yang penuh keraguan.

    Maya, tanpa sanggulnya, berdiri di depan mereka. Dia menyampaikan dengan penuh semangat tentang pentingnya kesetaraan gender, tentang bagaimana norma-norma peran gender yang kaku dapat menghambat perkembangan masyarakat. Rizky melengkapi dengan argumen-argumen yang mendukung gagasan ini.

    Awalnya, suasana pertemuan terasa tegang. Namun, Maya dan Rizky tidak menyerah. Mereka memotivasi masyarakat untuk membuka pikiran mereka, melihat bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan sebuah langkah menuju kemajuan.

    Ibu Maya, meskipun awalnya gelisah, melihat keberanian putrinya untuk berbicara. Di tengah pertemuan, ia merasa tergerak untuk bersuara. "Mungkin kita perlu memahami lebih dalam apa yang mereka sampaikan," ucapnya, melihat sekeliling ruangan dengan pandangan tajam.

Namun, Pak Budi tetap bersikeras dengan pandangannya yang konservatif. Ia memandang perubahan ini sebagai ancaman terhadap tradisi desa. "Kalian terlalu muda untuk mengerti nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita!" serunya dengan suara keras.

    Walaupun mendapat tentangan, Maya dan Rizky terus berjuang. Mereka memotivasi masyarakat untuk melihat bahwa perubahan ini bukanlah untuk menghancurkan tradisi, melainkan untuk membuka pintu kesetaraan dan perkembangan bersama.

    Pertemuan berubah menjadi dialog yang mendalam. Desa kecil itu terlibat dalam pembicaraan yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Beberapa orang mulai merenung tentang perubahan yang mungkin diperlukan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

    Saat waktu berlalu, Ibu Maya mulai memahami pandangan putrinya. Dalam obrolan pribadi mereka di malam hari, Maya menjelaskan bahwa tujuannya bukan untuk melawan tradisi, melainkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan setara. Ibu Maya merenung, menyadari bahwa keberanian Maya mungkin adalah kunci untuk membawa perubahan positif di desa mereka.

    Pak Budi, sementara itu, masih keras kepala. Namun, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa beberapa pemuda dan pemudi desanya mulai mendukung gerakan ini. Rizky mencoba menjelaskan bahwa perubahan itu tak selalu harus drastis, melainkan sejalan dengan semangat kemajuan.

    Waktu terus berjalan, dan semangat perubahan menyebar di desa kecil itu. Beberapa perempuan mulai melepaskan sanggul mereka, bukan sebagai tanda penghinaan terhadap tradisi, tetapi sebagai langkah kecil menuju pembebasan. Itu bukan hanya tanda pembebasan fisik, tetapi juga simbol kebebasan batin yang mereka capai melalui perubahan sosial yang terjadi di desa mereka.

    Maya, meski masih muda, telah menciptakan perubahan positif dalam masyarakatnya. Desa kecil itu, sekali kaku dan tradisional, kini membuka diri untuk melihat bahwa setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki potensi untuk membawa perubahan yang positif.

    Seiring berjalannya waktu, beberapa tokoh masyarakat yang awalnya skeptis mulai memahami arti kesetaraan gender. Proses ini mungkin membutuhkan waktu, tetapi Maya dan Rizky percaya bahwa setiap langkah kecil menuju kesetaraan adalah langkah yang berarti.

Catatan :

Cerita ini adalah kisah tentang keberanian, perubahan, dan bagaimana dua pemuda muda dapat menjadi pionir dalam membawa kesetaraan gender ke dalam sebuah komunitas yang masih terkungkung oleh tradisi. Dan di desa kecil itu, perubahan itu adalah benih yang tumbuh, mengubah lanskap sosial mereka satu langkah pada satu waktu.

Senin, 12 Juni 2023

Penyelesaian audit dan laporan audit Mengkomunikasikan hasil dan prosedur tindak lanjut

 


Penyelesaian audit dan laporan audit merupakan tahapan terakhir dalam proses audit internal. Pada tahap ini, auditor internal menyelesaikan semua kegiatan audit dan menyusun laporan audit yang berisi temuan, rekomendasi, dan kesimpulan mereka. Berikut ini penjelasan yang super lengkap mengenai penyelesaian audit dan laporan audit:

Penyelesaian Audit, 

Setelah semua tahapan audit selesai dilakukan, auditor internal akan meninjau hasil pengujian, analisis, dan evaluasi yang telah mereka lakukan. Mereka akan memastikan bahwa semua aspek audit telah ditangani dengan baik dan bahwa informasi yang dikumpulkan sudah cukup untuk membuat laporan audit yang akurat. Jika ada kekurangan atau kejanggalan dalam proses audit, auditor akan melakukan tindakan perbaikan sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Penyusunan Laporan Audit,

Auditor internal akan menyusun laporan audit berdasarkan temuan dan analisis mereka selama proses audit. Laporan ini akan mencakup ringkasan eksekutif, tujuan audit, ruang lingkup audit, metodologi yang digunakan, hasil temuan, rekomendasi perbaikan, dan kesimpulan audit. Laporan audit harus disusun dengan jelas, sistematis, dan terperinci agar dapat memberikan informasi yang berguna bagi manajemen dan pihak yang berkepentingan lainnya.

Struktur Laporan Audit

Laporan audit umumnya terdiri dari beberapa bagian penting, termasuk:

  • Ringkasan Eksekutif: Merupakan ikhtisar singkat mengenai temuan utama dan rekomendasi audit.
  • Pendahuluan: Menjelaskan tujuan audit, ruang lingkup audit, metodologi yang digunakan, dan batasan laporan.
  • Temuan Audit: Menggambarkan secara rinci temuan audit, termasuk kelemahan dalam kontrol internal, ketidaksesuaian dengan kebijakan dan prosedur, atau risiko yang diidentifikasi.
  • Rekomendasi: Menyajikan rekomendasi tindakan perbaikan yang diusulkan berdasarkan temuan audit.
  • Kesimpulan Audit: Merangkum hasil audit, mencakup apakah tujuan audit tercapai, tingkat kepatuhan terhadap standar, dan penilaian terhadap efektivitas kontrol internal.

Format dan Presentasi Laporan Audit,

 Laporan audit harus disusun dalam format yang jelas, dengan penggunaan grafik, tabel, dan diagram yang relevan untuk membantu pemahaman. Bahasa yang digunakan harus lugas, tidak membingungkan, dan menghindari jargon teknis yang tidak dikenal oleh pihak yang berkepentingan. Laporan audit juga harus disajikan dengan format dan gaya yang konsisten, mengikuti pedoman dan standar pelaporan audit yang berlaku.

Distribusi dan Komunikasi Laporan Audit, 

Setelah laporan audit selesai disusun, auditor internal akan menyampaikan laporan tersebut kepada manajemen organisasi. Laporan juga dapat disampaikan kepada dewan direksi, komite audit, dan pihak yang berkepentingan lainnya sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku. Penting untuk menjaga kerahasiaan dan integritas laporan audit agar tidak dicemari oleh manipulasi atau pengaruh eksternal yang tidak semestinya.

Tindak Lanjut terhadap Laporan Audit

Manajemen organisasi akan meninjau laporan audit, mempertimbangkan temuan dan rekomendasi, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Auditor internal dapat memberikan bantuan dan panduan kepada manajemen dalam mengimplementasikan tindakan perbaikan tersebut. Auditor juga akan memantau kemajuan tindak lanjut dan melakukan pemeriksaan ulang jika diperlukan untuk memastikan bahwa rekomendasi telah diimplementasikan dengan efektif.

Penyelesaian audit dan laporan audit merupakan tahapan penting dalam proses audit internal, di mana temuan dan rekomendasi auditor diungkapkan kepada manajemen untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Laporan audit yang baik dan komprehensif akan memberikan manfaat yang signifikan bagi organisasi dalam mengidentifikasi kelemahan, memperbaiki kontrol internal, meningkatkan efisiensi operasional, dan mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.

Mengkomunikasikan hasil dan prosedur tindak lanjut merupakan langkah penting setelah penyelesaian audit. Ini melibatkan penyampaian temuan audit, rekomendasi, dan langkah-langkah perbaikan kepada pihak yang berkepentingan, terutama manajemen organisasi. Berikut ini penjelasan yang super lengkap mengenai komunikasi hasil dan prosedur tindak lanjut:

Identifikasi Pihak yang Berkepentingan:

Auditor internal perlu mengidentifikasi pihak yang berkepentingan yang harus menerima informasi mengenai hasil audit dan prosedur tindak lanjut. Hal ini termasuk manajemen eksekutif, dewan direksi, komite audit, pemilik perusahaan, dan departemen yang terlibat dalam proses audit. Pihak yang berkepentingan ini memiliki tanggung jawab dan kepentingan dalam memahami temuan dan rekomendasi audit serta langkah-langkah yang akan diambil untuk perbaikan.

Penyusunan Komunikasi Hasil:

Auditor internal akan menyusun komunikasi hasil audit yang meliputi temuan, rekomendasi, dan langkah-langkah tindak lanjut yang disarankan. Komunikasi ini harus disusun dengan cermat, jelas, dan sesuai dengan kebutuhan pihak yang berkepentingan. Informasi yang disampaikan harus akurat, lengkap, dan mudah dipahami tanpa menggunakan jargon teknis yang tidak dikenal.

Bentuk Komunikasi:

Komunikasi hasil audit dapat berupa laporan tertulis, presentasi verbal, atau kombinasi keduanya. Laporan tertulis harus disajikan secara terstruktur dan jelas dengan menggunakan format yang sesuai, seperti ringkasan eksekutif, temuan, rekomendasi, dan kesimpulan. Presentasi verbal dapat dilakukan dalam pertemuan, seminar, atau sesi diskusi untuk memberikan penjelasan tambahan dan menjawab pertanyaan dari pihak yang berkepentingan.

Jangkauan dan Waktu Komunikasi:

Komunikasi hasil audit harus disampaikan kepada pihak yang berkepentingan sesegera mungkin setelah penyelesaian audit. Penting untuk menentukan jangkauan komunikasi, yaitu siapa yang akan menerima laporan audit dan bagaimana laporan tersebut akan didistribusikan. Waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan hasil audit adalah ketika pihak yang berkepentingan memiliki kesempatan untuk memperhatikan dan mengimplementasikan tindak lanjut yang diperlukan.

Penjelasan Temuan dan Rekomendasi:

Auditor internal harus memberikan penjelasan yang jelas dan terperinci mengenai temuan audit kepada pihak yang berkepentingan. Penjelasan ini harus mencakup dampak dari temuan tersebut terhadap kegiatan organisasi, risiko yang terkait, dan implikasi dari ketidakpatuhan terhadap kebijakan dan prosedur. Auditor juga harus menjelaskan secara rinci rekomendasi yang diajukan dan alasan di baliknya.

Proses Tindak Lanjut:

Auditor internal harus menjelaskan prosedur tindak lanjut yang diharapkan dari manajemen organisasi. Ini meliputi langkah-langkah yang harus diambil untuk mengimplementasikan rekomendasi, waktu yang ditetapkan untuk tindakan tersebut, serta pengawasan dan pemantauan yang akan dilakukan untuk memastikan keberhasilan tindakan perbaikan.

Dukungan dan Bantuan:

Auditor internal harus bersedia memberikan dukungan dan bantuan kepada manajemen dan pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan prosedur tindak lanjut. Mereka dapat memberikan saran, panduan, dan penjelasan tambahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa perbaikan dilakukan dengan efektif dan sesuai dengan rekomendasi audit.

Evaluasi dan Pemantauan:

Auditor internal harus melanjutkan evaluasi dan pemantauan tindak lanjut yang dilakukan oleh manajemen organisasi. Ini melibatkan memeriksa kemajuan, mengidentifikasi hambatan atau tantangan yang muncul, serta memberikan umpan balik dan saran untuk perbaikan lebih lanjut. Auditor juga akan melakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan bahwa langkah-langkah perbaikan telah berhasil dan telah memperbaiki masalah yang diidentifikasi dalam audit.

Komunikasi hasil dan prosedur tindak lanjut merupakan langkah penting untuk menginformasikan pihak yang berkepentingan mengenai temuan audit dan langkah-langkah yang akan diambil untuk perbaikan. Komunikasi yang efektif dan terbuka akan memastikan pemahaman yang baik, dukungan dari pihak yang berkepentingan, serta implementasi yang sukses dari tindak lanjut audit.

Proses Engagement

 


Proses engagement dalam audit internal mengacu pada serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh auditor internal untuk memulai, menjalankan, dan menyelesaikan audit internal. Proses ini melibatkan beberapa tahap dan langkah-langkah yang dirancang untuk memastikan bahwa audit internal dilakukan dengan efektif dan efisien. Berikut ini penjelasan yang super lengkap mengenai proses engagement dalam audit internal:

  1. Perencanaan Audit, Tahap pertama dalam proses engagement adalah perencanaan audit. Auditor internal harus mengidentifikasi tujuan audit, ruang lingkup audit, dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan audit. Auditor juga harus memahami lingkungan bisnis organisasi, risiko yang terkait, dan regulasi yang berlaku. Perencanaan ini akan memandu seluruh audit dan membantu auditor dalam mengembangkan rencana kerja yang tepat.
  2. Pengumpulan Informasi, Setelah perencanaan selesai, auditor akan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan audit. Informasi ini termasuk data keuangan, laporan operasional, kebijakan dan prosedur, dokumen kontrak, dan informasi lain yang relevan. Auditor juga akan melakukan wawancara dengan personel terkait dan mengamati proses yang ada.
  3. Evaluasi Risiko dan Pengembangan Program Audit, Auditor akan menganalisis informasi yang dikumpulkan untuk mengevaluasi risiko yang mungkin dihadapi oleh organisasi. Evaluasi risiko ini akan membantu auditor dalam mengidentifikasi area yang perlu diaudit secara lebih mendalam. Berdasarkan analisis risiko, auditor akan mengembangkan program audit yang mencakup tujuan audit, metode pengujian, dan jadwal kerja.
  4. Pelaksanaan Audit, Tahap pelaksanaan audit melibatkan penerapan program audit yang telah dikembangkan. Auditor akan melakukan pengujian, menganalisis data, memeriksa kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur, serta mengevaluasi kontrol internal. Auditor juga akan membandingkan temuan mereka dengan standar audit yang relevan dan mengumpulkan bukti audit yang memadai untuk mendukung temuan mereka.
  5.  Analisis dan Penilaian Temuan, Setelah pengujian selesai, auditor akan menganalisis temuan mereka dan mengevaluasi kesesuaian dan keefektifan kontrol internal yang ada. Auditor juga akan membandingkan hasil audit dengan standar audit, regulasi, dan praktik terbaik yang berlaku. Analisis dan penilaian ini akan membentuk dasar bagi auditor untuk membuat rekomendasi perbaikan.
  6. Pelaporan Audit, Auditor akan menyusun laporan audit yang berisi temuan, rekomendasi, dan kesimpulan mereka. Laporan ini akan disampaikan kepada manajemen dan pihak yang berkepentingan lainnya. Laporan audit harus jelas, terperinci, dan mencakup semua informasi yang relevan. Auditor juga dapat memberikan rekomendasi tindakan perbaikan dan memberikan panduan untuk mengatasi temuan audit.
  7. Tindak Lanjut, Setelah laporan audit disampaikan, manajemen organisasi akan meninjau temuan dan rekomendasi auditor. Manajemen akan menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan dan mengembangkan rencana tindak lanjut. Auditor internal akan memantau implementasi tindakan perbaikan dan melakukan tindakan lanjut untuk memastikan bahwa masalah yang diidentifikasi telah diperbaiki dengan baik.
  8. Penutupan Audit, Proses engagement dalam audit internal akan ditutup setelah tindakan perbaikan dilaksanakan dan diuji keefektifannya. Auditor internal akan mengevaluasi tindakan perbaikan yang diimplementasikan dan memastikan bahwa tujuan audit telah tercapai. Auditor juga akan mempersiapkan catatan dan dokumentasi yang relevan untuk arsip audit dan penggunaan masa depan.

Proses engagement dalam audit internal sangat penting untuk memastikan bahwa audit dilakukan secara komprehensif dan sesuai dengan standar audit yang berlaku. Auditor internal harus melaksanakan setiap tahap dengan cermat dan objektif untuk menghasilkan hasil audit yang akurat dan bermanfaat bagi organisasi.

Secara keseluruhan, proses engagement dalam audit internal melibatkan perencanaan audit, pengumpulan informasi, evaluasi risiko, pelaksanaan audit, analisis temuan, pelaporan audit, tindak lanjut, dan penutupan audit. Proses ini dirancang untuk memastikan bahwa audit internal dilakukan dengan cermat, obyektif, dan sesuai dengan standar audit yang berlaku. Melalui proses ini, auditor internal dapat mengidentifikasi risiko, mengevaluasi kontrol internal, menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada manajemen, serta memastikan implementasi tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian, proses engagement dalam audit internal menjadi penting dalam membantu organisasi mencapai transparansi, akuntabilitas, dan keefektifan dalam operasionalnya.




Minggu, 28 Mei 2023

Audit Sampling

 



Audit sampling adalah metode yang digunakan oleh auditor untuk memilih dan mengevaluasi sebagian data atau transaksi dari populasi yang lebih besar. Ini dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan tentang keseluruhan populasi dengan menggunakan bukti yang diambil secara selektif. Tujuan dari audit sampling adalah untuk mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan auditor dengan efisien, sambil meminimalkan biaya dan waktu yang terkait dengan audit.

Berikut adalah beberapa konsep penting yang terkait dengan audit sampling:

  1. Populasi: Populasi adalah kelompok entitas, transaksi, atau item yang akan diaudit. Ini bisa berupa populasi transaksi keuangan, data pelanggan, stok fisik, atau bagian lain dari laporan keuangan atau informasi operasional yang relevan.
  2. Sampel: Sampel adalah bagian yang dipilih dari populasi yang akan diaudit. Auditor menggunakan teknik sampling untuk memilih sampel yang representatif dari populasi yang lebih besar. Sampel dipilih dengan maksud mencerminkan karakteristik umum dari populasi dan menghasilkan bukti yang dapat diandalkan.
  3. Ukuran Sampel: Ukuran sampel adalah jumlah entitas, transaksi, atau item yang akan diaudit dalam sampel. Ukuran sampel dipilih berdasarkan faktor-faktor seperti tingkat risiko yang dapat diterima, tingkat ketidakpastian yang diizinkan, dan ukuran populasi yang ada.
  4. Metode Sampling: Metode sampling adalah pendekatan yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi. Ada beberapa metode sampling yang umum digunakan dalam audit, termasuk sampling acak sederhana, sampling stratifikasi, sampling kluster, atau metode sampling lainnya yang sesuai dengan kebutuhan audit.
  5. Tingkat Keyakinan dan Tingkat Risiko: Tingkat keyakinan adalah tingkat keyakinan auditor bahwa kesimpulan yang ditarik dari sampel dapat diterapkan pada keseluruhan populasi. Tingkat risiko adalah tingkat risiko yang diizinkan oleh auditor untuk membuat kesalahan dalam menerima atau menolak hipotesis audit.
  6. Pengujian dalam Sampel: Setelah sampel dipilih, auditor akan melakukan pengujian dalam sampel untuk mengevaluasi entitas, transaksi, atau item yang ada di dalamnya. Pengujian dalam sampel dapat meliputi pemeriksaan dokumen pendukung, konfirmasi pihak ketiga, pengujian analitis, atau pengujian substansif lainnya sesuai dengan kebutuhan audit.
  7. Ekstrapolasi: Auditor menggunakan hasil dari sampel untuk membuat kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan. Ekstrapolasi dilakukan dengan menerapkan temuan dan kesimpulan dari sampel pada populasi yang lebih besar menggunakan teknik statistik yang relevan.

Contoh Audit Sampling

Berikut adalah beberapa contoh audit sampling yang sering digunakan dalam praktik audit:

  1. Sampling Acak Sederhana: Auditor memilih sampel secara acak dari populasi menggunakan metode seperti penggunaan angka acak atau penggunaan generator bilangan acak komputer. Misalnya, auditor dapat memilih 50 transaksi secara acak dari total populasi transaksi untuk diuji.
  2.  Sampling Stratifikasi: Auditor membagi populasi menjadi beberapa strata berdasarkan karakteristik tertentu yang relevan. Kemudian, auditor memilih sampel dari setiap stratum tersebut secara acak atau proporsional. Misalnya, auditor dapat membagi populasi pelanggan berdasarkan besarnya saldo utang, lalu memilih sampel dari masing-masing kelompok saldo.
  3. Sampling Kluster: Auditor memilih kluster atau kelompok entitas yang saling berdekatan secara geografis atau berdasarkan atribut tertentu. Auditor kemudian memilih seluruh kluster atau sebagian kluster untuk diuji. Misalnya, dalam audit toko ritel, auditor dapat memilih beberapa toko secara acak sebagai kluster dan memeriksa seluruh transaksi dalam toko-toko tersebut.
  4. Sampling Atribut: Auditor menggunakan sampling atribut untuk menguji keberadaan atau ketidakberadaan atribut tertentu dalam populasi. Misalnya, auditor ingin mengetahui persentase penggunaan prosedur yang sesuai dalam departemen tertentu, auditor dapat memilih sampel transaksi dan menghitung persentase transaksi yang sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
  5. Sampling Nilai Moneter: Auditor menggunakan sampling nilai moneter untuk mengevaluasi akurasi dan kesalahan dalam jumlah uang yang terkait dengan transaksi atau saldo akun tertentu. Misalnya, auditor dapat memilih sampel transaksi penjualan dan menguji kebenaran perhitungan harga jual atau diskon yang diberikan.

Penting untuk dicatat bahwa contoh-contoh di atas hanya representasi umum dari metode-metode sampling yang sering digunakan dalam audit. Auditor perlu mempertimbangkan karakteristik populasi, tujuan audit, risiko yang relevan, dan batasan sumber daya yang ada untuk memilih metode sampling yang paling sesuai dalam setiap situasi audit.

Langkah dari Audit Sampling

Berikut adalah langkah-langkah umum yang terlibat dalam audit sampling:

Perencanaan Audit Sampling:

  1. Menentukan tujuan penggunaan audit sampling dan pengujian yang akan dilakukan.
  2. Mengidentifikasi populasi yang akan diaudit dan menetapkan kriteria pengambilan sampel yang relevan.
  3. Menentukan metode sampling yang akan digunakan berdasarkan tujuan, karakteristik populasi, dan risiko audit.
  4. Menghitung ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai tingkat keyakinan yang diinginkan.

 Pemilihan Sampel:

  1. Memilih sampel secara acak menggunakan metode sampling yang telah ditentukan (misalnya, sampling acak sederhana, stratifikasi, atau klustering).
  2. Memastikan bahwa sampel yang dipilih mewakili populasi secara proporsional dan objektif.

Pengujian dalam Sampel:

  1. Melakukan pengujian dan pemeriksaan terhadap entitas, transaksi, atau item yang ada dalam sampel sesuai dengan tujuan pengujian.
  2. Mengumpulkan bukti dan dokumentasi yang cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan audit.
  3. Menyimpan dan merapihkan kertas kerja audit terkait dengan pengujian dalam sampel.

Evaluasi Hasil Sampel:

  1. Menghitung dan menganalisis temuan dari sampel yang diuji.
  2. Menggunakan teknik statistik yang relevan (jika diperlukan) untuk menggeneralisasi temuan sampel ke populasi secara keseluruhan.
  3. Menarik kesimpulan tentang populasi berdasarkan hasil sampel dan mengidentifikasi temuan yang mungkin memerlukan tindakan lebih lanjut.

Penarikan Kesimpulan Audit:

  1. Menyusun temuan dan kesimpulan dari pengujian sampel dengan keseluruhan hasil audit.
  2. Mengkomunikasikan hasil audit dan temuan kepada pihak yang berkepentingan yang relevan (manajemen, dewan direksi, pemegang saham, regulator, dll.).
  3. Merangkum hasil audit dalam laporan audit yang sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku.

Penting untuk dicatat bahwa langkah-langkah audit sampling dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas audit, tujuan pengujian, dan persyaratan regulasi yang berlaku. Auditor perlu mempertimbangkan konteks spesifik audit yang sedang dilakukan dan mengikuti prosedur yang sesuai untuk memastikan audit sampling yang efektif dan akurat.

Risiko Audit Sampling

Audit sampling memiliki risiko tertentu yang perlu diperhatikan oleh auditor. Berikut adalah beberapa risiko yang terkait dengan audit sampling:

  1. Risiko Sampling: Risiko ini terkait dengan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam kesimpulan audit karena ukuran sampel yang dipilih tidak mencerminkan karakteristik populasi secara akurat. Risiko sampling dapat terjadi jika ukuran sampel yang terlalu kecil atau jika metode sampling yang digunakan tidak tepat.
  2. Risiko Kesalahan Tipe I: Risiko ini terjadi ketika auditor menarik kesimpulan yang salah dari sampel, yaitu menerima hipotesis audit yang salah. Dalam konteks audit, ini berarti auditor menganggap populasi bebas kesalahan sedangkan sebenarnya terdapat kesalahan yang signifikan dalam populasi tersebut.
  3. Risiko Kesalahan Tipe II: Risiko ini terjadi ketika auditor menarik kesimpulan yang salah dari sampel, yaitu menolak hipotesis audit yang sebenarnya benar. Dalam konteks audit, ini berarti auditor menganggap populasi memiliki kesalahan yang signifikan sedangkan sebenarnya populasi tersebut bebas dari kesalahan yang signifikan.
  4. Risiko Kesalahan Nonsampling: Risiko ini terkait dengan kesalahan yang terjadi di luar proses sampling, misalnya kesalahan dalam perencanaan, pelaksanaan, atau penarikan kesimpulan audit. Risiko ini dapat berdampak negatif pada kualitas dan keandalan hasil audit.
  5. Risiko Sampling Selektif: Risiko ini terjadi ketika auditor secara tidak sengaja atau sengaja memilih sampel yang tidak representatif dari populasi. Hal ini dapat menghasilkan kesimpulan yang bias atau tidak akurat tentang populasi secara keseluruhan.
  6. Risiko Material: Risiko ini terkait dengan kemungkinan adanya kesalahan materiil yang tidak terdeteksi dalam sampel yang diuji. Jika auditor tidak menguji sampel yang cukup besar atau jika sampel yang dipilih tidak mewakili populasi dengan baik, maka risiko material dapat meningkat.
  7. Risiko Keberlanjutan: Risiko ini terkait dengan keberlanjutan pengujian sampel. Jika auditor tidak melakukan pengujian secara konsisten atau jika pengujian tidak mencakup seluruh periode yang relevan, maka risiko keberlanjutan dapat menyebabkan auditor tidak dapat mendeteksi kesalahan atau kecurangan yang berlangsung dalam waktu yang lebih lama.

Auditor harus mengenali dan memahami risiko-risiko ini saat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi audit sampling. Langkah-langkah pengendalian yang tepat harus diambil untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut dan memastikan bahwa hasil audit yang diperoleh adalah andal dan dapat diandalkan.

Bukti Audit & Kertas Kerja

 


Bukti audit merujuk pada informasi dan fakta yang dikumpulkan oleh auditor selama pelaksanaan audit. Bukti audit digunakan untuk mendukung temuan, kesimpulan, dan pendapat auditor dalam laporan audit. Bukti audit dapat berupa dokumen, catatan, data elektronik, wawancara, konfirmasi pihak ketiga, atau hasil pengujian lainnya yang relevan.

Pentingnya bukti audit adalah untuk memastikan bahwa kesimpulan yang dibuat oleh auditor didukung oleh informasi yang akurat, objektif, dan relevan. Bukti audit memberikan dasar yang kuat untuk menguji kebenaran dan kelengkapan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, sistem kontrol internal, atau proses operasional yang diaudit.

Jenis Bukti audit dapat bervariasi tergantung pada sifat dan tujuan dari audit yang dilakukan. Berikut adalah beberapa contoh umum dari bukti audit yang sering digunakan oleh auditor:

  1. Dokumen dan catatan: Bukti audit dapat berupa dokumen seperti faktur, kontrak, perjanjian, bukti pembayaran, catatan jurnal, laporan keuangan, laporan manajemen, memo, atau dokumen lain yang relevan dengan entitas atau organisasi yang diaudit.
  2. Data elektronik: Dalam era digital, bukti audit juga dapat berupa data elektronik seperti file elektronik, email, log aktivitas sistem, database, atau data lain yang disimpan dalam sistem informasi entitas atau organisasi.
  3. Konfirmasi pihak ketiga: Auditor dapat meminta konfirmasi langsung dari pihak ketiga yang memiliki hubungan bisnis dengan entitas atau organisasi yang diaudit. Ini dapat berupa konfirmasi saldo atau transaksi dengan bank, pelanggan, pemasok, atau mitra bisnis lainnya.
  4. Wawancara: Auditor dapat melakukan wawancara dengan karyawan, manajemen, atau pihak lain yang terkait dengan entitas atau organisasi yang diaudit. Wawancara ini membantu untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang kebijakan, proses, kontrol internal, atau isu-isu yang relevan.
  5. Pengujian fisik: Auditor dapat melakukan pengujian fisik terhadap aset atau inventaris entitas atau organisasi yang diaudit. Ini termasuk menghitung stok fisik, memeriksa keberadaan dan kondisi fisik aset tetap, atau melakukan pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan kebutuhan audit.
  6. Pengujian analitis: Auditor dapat menggunakan teknik analisis data dan perbandingan untuk menguji konsistensi dan signifikansi angka dalam laporan keuangan atau data operasional. Ini mencakup analisis rasio keuangan, tren, perbandingan dengan periode sebelumnya, atau dengan benchmark industri.
  7. Pengujian detil: Auditor dapat melakukan pengujian detil untuk menguji validitas, akurasi, dan kelengkapan transaksi atau informasi yang terdapat dalam sistem atau proses entitas atau organisasi yang diaudit. Pengujian detil meliputi pemeriksaan dokumen pendukung, analisis data, atau verifikasi secara langsung.

Bukti audit tersebut di atas hanya beberapa contoh umum. Dalam setiap audit, auditor akan memilih dan mengumpulkan bukti yang paling relevan dan cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan mereka. Penting bagi auditor untuk menggunakan bukti yang obyektif, dapat diverifikasi, dan memadai untuk memastikan integritas dan keandalan hasil audit.

Kertas kerja (working papers) merupakan catatan dan dokumentasi yang dibuat oleh auditor selama pelaksanaan audit. Kertas kerja mencakup semua informasi, analisis, pengamatan, pengujian, dan hasil audit yang relevan. Tujuan kertas kerja adalah untuk menyimpan catatan lengkap dan terperinci tentang pekerjaan yang dilakukan oleh auditor, sehingga memungkinkan auditor untuk menjelaskan dan mengulas kembali proses audit serta mempertanggungjawabkan temuan dan kesimpulan yang diperoleh.

Kertas kerja biasanya berisi ringkasan dari perencanaan audit, program audit, catatan tentang pengujian kontrol internal dan pengujian substantif, analisis data, dokumentasi wawancara, hasil pengujian, serta kesimpulan dan rekomendasi auditor. Kertas kerja merupakan alat komunikasi internal yang digunakan oleh tim audit internal dan dapat digunakan sebagai referensi dan bukti atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor.

Kertas kerja sangat penting dalam audit karena membantu memastikan bahwa audit dilaksanakan dengan metode yang terstruktur dan dokumentasi yang memadai. Selain itu, kertas kerja juga memungkinkan audit internal untuk dilanjutkan oleh auditor lain atau diaudit ulang di masa mendatang, jika diperlukan.

Kertas kerja audit merupakan dokumen yang berisi catatan dan dokumentasi terkait dengan pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor. Isi dari kertas kerja audit dapat bervariasi tergantung pada jenis dan ruang lingkup audit yang dilakukan. Namun, umumnya kertas kerja audit mencakup elemen-elemen berikut:

  1. Informasi Umum: Kertas kerja dimulai dengan informasi umum tentang audit yang dilakukan, seperti nama entitas atau organisasi yang diaudit, periode audit, tim audit yang terlibat, dan tanggal penyelesaian kertas kerja.
  2. Perencanaan Audit: Bagian ini mencakup informasi tentang perencanaan audit, termasuk pemahaman atas entitas atau organisasi yang diaudit, tujuan dan ruang lingkup audit, identifikasi risiko, program audit, dan strategi audit yang akan diimplementasikan.
  3. Pemahaman Entitas atau Organisasi: Auditor akan mencatat pemahaman mereka tentang entitas atau organisasi yang diaudit, termasuk struktur organisasi, sistem informasi, kebijakan dan prosedur, serta lingkungan operasional yang relevan.
  4. Pengujian Kontrol Internal: Auditor akan mencatat hasil pengujian yang dilakukan terhadap kontrol internal yang ada di entitas atau organisasi yang diaudit. Ini mencakup pengujian pengendalian, penilaian efektivitas kontrol, identifikasi kelemahan, dan rekomendasi untuk perbaikan.
  5. Pengujian Substantif: Auditor akan mencatat hasil pengujian substantif yang dilakukan, seperti pengujian rinci terhadap transaksi, saldo akun, atau informasi lainnya. Ini mencakup metode pengujian yang digunakan, temuan yang ditemukan, analisis yang dilakukan, dan kesimpulan yang diambil.
  6. Analisis dan Kesimpulan: Bagian ini mencakup analisis dan kesimpulan auditor berdasarkan bukti yang ditemukan selama audit. Auditor akan mencatat temuan, risiko yang diidentifikasi, rekomendasi untuk perbaikan, serta pendapat atau opini audit yang diberikan.
  7. Rujukan dan Catatan: Kertas kerja juga berisi rujukan atau referensi terhadap dokumen atau bukti yang digunakan, termasuk nomor dokumen, tanggal, dan sumber data yang diambil. Auditor juga akan mencatat catatan tambahan, pemikiran, atau pengamatan penting yang relevan dengan audit.

Isi kertas kerja audit harus disusun secara sistematis dan terstruktur, sehingga memungkinkan auditor lain atau pihak lain yang berkepentingan untuk mengikuti alur pekerjaan dan memahami dasar dari temuan dan kesimpulan audit. Kertas kerja audit juga harus mencakup informasi yang cukup dan memadai untuk mendukung temuan dan pendapat auditor.

Perbedaan antara kertas kerja internal dan kertas kerja eksternal terletak pada penggunaan dan penerima kertas kerja tersebut. Berikut adalah perbedaan utama antara keduanya:

Pengguna Kertas Kerja:

  • Kertas Kerja Internal: Kertas kerja internal digunakan oleh tim audit internal dalam organisasi. Kertas kerja ini digunakan sebagai alat internal untuk mendokumentasikan pekerjaan audit internal dan sebagai referensi bagi auditor internal lainnya.
  • Kertas Kerja Eksternal: Kertas kerja eksternal digunakan oleh auditor eksternal yang berasal dari lembaga audit independen atau firma akuntan publik yang dilibatkan oleh organisasi untuk melakukan audit eksternal. Kertas kerja ini dibuat untuk memberikan bukti dan dokumentasi yang memadai kepada pihak eksternal, seperti manajemen, pemegang saham, regulator, atau pihak ketiga lainnya.

Tujuan Kertas Kerja:

  • Kertas Kerja Internal: Tujuan utama kertas kerja internal adalah untuk memberikan dokumentasi dan alat yang memadai bagi tim audit internal dalam menjalankan pekerjaan audit, memantau kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur internal, serta memberikan rekomendasi perbaikan bagi manajemen.
  • Kertas Kerja Eksternal: Tujuan utama kertas kerja eksternal adalah untuk memberikan bukti dan dokumentasi yang cukup untuk mendukung pendapat dan laporan audit eksternal yang akan disampaikan kepada pihak eksternal yang berkepentingan.

Lingkup Auditor:

  • Kertas Kerja Internal: Kertas kerja internal mencerminkan pekerjaan yang dilakukan oleh tim audit internal yang merupakan bagian dari organisasi itu sendiri. Auditor internal berfokus pada aspek internal kontrol, kepatuhan, efisiensi, dan efektivitas operasional.
  • Kertas Kerja Eksternal: Kertas kerja eksternal mencerminkan pekerjaan yang dilakukan oleh auditor eksternal yang independen dari organisasi yang diaudit. Auditor eksternal fokus pada audit laporan keuangan, menguji integritas dan keandalan laporan keuangan serta pengungkapan yang sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku.

Penerima Kertas Kerja:

  • Kertas Kerja Internal: Kertas kerja internal ditujukan untuk penggunaan internal dan diperuntukkan bagi anggota tim audit internal dan manajemen dalam organisasi.
  • Kertas Kerja Eksternal: Kertas kerja eksternal ditujukan untuk pihak eksternal yang berkepentingan, seperti manajemen organisasi, pemegang saham, regulator, atau pihak ketiga lainnya yang membutuhkan bukti dan dokumentasi atas hasil audit.

Meskipun ada perbedaan dalam penggunaan dan penerima kertas kerja internal dan kertas kerja eksternal, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memberikan dokumentasi yang memadai dan bukti yang cukup untuk mendukung pekerjaan dan kesimpulan auditor.

Perencanaan Audit

 


Pengertian Perencanaan Audit

Perencanaan audit adalah proses yang dilakukan oleh auditor untuk merencanakan dan mengorganisir audit yang akan dilakukan pada entitas atau organisasi tertentu.

Tujuan perencanaan audit adalah sebagai berikut:

Tujuan perencanaan audit adalah untuk memastikan bahwa audit dilakukan secara efektif, efisien, dan sesuai dengan standar audit yang berlaku. Berikut adalah beberapa tujuan utama dari perencanaan audit:

  1. Mengidentifikasi risiko: Perencanaan audit bertujuan untuk mengidentifikasi risiko yang mungkin mempengaruhi entitas atau organisasi yang akan diaudit. Risiko-risiko ini dapat meliputi risiko keuangan, operasional, kepatuhan, atau risiko lainnya yang dapat mempengaruhi laporan keuangan atau tujuan audit lainnya. Dengan mengidentifikasi risiko, auditor dapat merancang strategi dan program audit yang tepat.
  2. Menentukan tingkat pengujian: Melalui perencanaan audit, auditor dapat menentukan tingkat pengujian yang diperlukan untuk mengurangi risiko audit. Ini mencakup keputusan tentang pengujian kontrol internal dan pengujian substantif yang akan dilakukan. Penentuan tingkat pengujian yang tepat membantu memastikan bahwa auditor mengumpulkan bukti audit yang cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan mereka.
  3. Menetapkan tujuan dan lingkup audit: Tujuan perencanaan audit adalah untuk menetapkan tujuan audit yang jelas dan spesifik. Ini mencakup menentukan apakah audit akan difokuskan pada audit keuangan, audit kepatuhan, audit operasional, atau tujuan audit lainnya. Selain itu, perencanaan juga menentukan lingkup audit yang mencakup area atau proses yang akan diaudit.
  4. Merancang program audit: Perencanaan audit melibatkan merancang program audit yang mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh auditor. Program audit mencakup metode pengumpulan bukti, pengujian kontrol internal, pengujian substantif, serta alokasi sumber daya dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan audit. Merancang program audit yang baik membantu dalam mengorganisir dan mengarahkan pekerjaan audit dengan efektif.
  5. Mengalokasikan sumber daya: Tujuan perencanaan audit adalah untuk mengalokasikan sumber daya yang tepat untuk melaksanakan audit. Ini meliputi alokasi waktu, anggaran, dan personel yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit. Pengalokasian sumber daya yang efektif membantu memastikan bahwa audit dapat dilakukan secara efisien dan mencapai tujuan audit yang ditetapkan.
  6. Mengkomunikasikan rencana audit: Perencanaan audit melibatkan komunikasi rencana audit kepada manajemen entitas atau organisasi yang diaudit serta pihak terkait lainnya. Hal ini membantu menciptakan pemahaman yang sama tentang tujuan, lingkup, dan jadwal audit. Komunikasi yang efektif juga memungkinkan pihak terkait untuk memberikan masukan dan informasi yang relevan kepada auditor.

Secara keseluruhan, tujuan perencanaan audit adalah untuk mengarahkan dan mengatur pelaksanaan audit dengan cermat dan efektif. Perencanaan yang baik membantu dalam mengidentifikasi risiko, menetapkan tujuan dan lingkup audit yang jelas, merancang program audit yang tepat, dan mengalokasikan sumber daya dengan efisien.

Prosedur Perencanan Audit

Berikut adalah beberapa prosedur umum yang dilakukan dalam perencanaan audit:

1.       Memahami entitas atau organisasi yang akan diaudit:

  • Mempelajari informasi tentang bisnis, tujuan, struktur organisasi, dan lingkungan operasional entitas atau organisasi yang akan diaudit.
  • Menentukan aktivitas utama, proses bisnis, dan unit bisnis yang relevan yang akan menjadi fokus audit.
  • Mengidentifikasi pihak-pihak terkait dan memahami hubungan dengan entitas atau organisasi yang akan diaudit.

2.       Menetapkan tujuan dan lingkup audit:

  • Menentukan tujuan audit yang spesifik, seperti audit keuangan, audit kepatuhan, atau audit operasional.
  • Mengidentifikasi area atau proses yang akan diaudit dan menentukan lingkup audit yang mencakup aspek-aspek yang relevan dan signifikan.

3.       Mengidentifikasi risiko dan penilaian risiko:

  • Mengidentifikasi risiko yang mungkin mempengaruhi entitas atau organisasi yang akan diaudit, termasuk risiko keuangan, operasional, dan kepatuhan.
  • Menilai tingkat risiko untuk menentukan tingkat pengujian yang diperlukan dan menentukan prioritas audit.

4.       Merancang program audit:

  • Merancang program audit yang mencakup langkah-langkah dan metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti audit.
  • Menentukan jenis pengujian yang akan dilakukan, seperti pengujian kontrol internal atau pengujian substantif, serta menentukan sampel yang akan diuji.
  • Menetapkan alokasi sumber daya, jadwal kerja, dan tanggung jawab tim audit.

5.       Mengumpulkan bukti audit:

  • Mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan audit.
  • Menggunakan teknik pengumpulan bukti audit, seperti wawancara, analisis dokumen, pengujian fisik, pengamatan langsung, atau teknik analisis lainnya.

6.       Mengevaluasi kontrol internal:

  • Mengevaluasi efektivitas sistem kontrol internal entitas atau organisasi yang akan diaudit.
  • Mengidentifikasi kontrol internal yang relevan dan memutuskan apakah akan menguji pengendalian atau mengandalkan pengujian substansif.

7.       Melakukan pengujian substantif:

  • Melakukan pengujian rinci terhadap transaksi, saldo akun, atau informasi lainnya untuk mendapatkan bukti substantif yang cukup dan memadai.
  • Menggunakan teknik pengujian substansif, seperti analisis rasio, konfirmasi pihak ketiga, pengujian detail, atau pengujian analitik.

8.       Menyusun laporan audit:

  • Menyusun laporan audit yang berisi temuan, kesimpulan, rekomendasi, dan pendapat auditor.
  • Menyampaikan laporan audit kepada manajemen entitas atau organisasi yang diaudit, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Prosedur perencanaan audit dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan lingkungan audit yang spesifik.

Mengapa harus ada perencanaan audit?

Perencanaan audit sangat penting karena berperan sebagai dasar bagi pelaksanaan audit yang efektif dan efisien. Melalui perencanaan audit, auditor dapat mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi, menetapkan tujuan dan lingkup audit, merancang program audit yang tepat, dan mengalokasikan sumber daya dengan efisien. Perencanaan audit juga membantu mengarahkan auditor dalam mengumpulkan bukti audit yang cukup dan relevan, serta menjaga koordinasi dengan pihak terkait. Dengan adanya perencanaan audit yang baik, auditor dapat memastikan bahwa audit dilakukan dengan cermat, sesuai standar audit yang berlaku, dan mampu menghasilkan temuan dan kesimpulan yang akurat.

Mengapa dalam perencanaan audit auditor harus mempertimbangkan tingkat risiko audit?

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan tingkat risiko audit karena risiko audit dapat mempengaruhi desain dan pelaksanaan audit. Dengan memahami risiko yang ada, auditor dapat menentukan tingkat pengujian yang diperlukan untuk mengurangi risiko tersebut. Tingkat risiko audit juga akan mempengaruhi pemilihan pengujian kontrol internal dan pengujian substantif yang tepat. Selain itu, mempertimbangkan tingkat risiko audit membantu auditor dalam mengalokasikan sumber daya dengan efisien dan memfokuskan upaya pada area yang memiliki risiko yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan keakuratan dan efektivitas hasil audit.

Elemen-elemen yang terkait dengan perencanaan audit meliputi:

  1. Pemahaman atas entitas atau organisasi yang akan diaudit: Auditor harus memahami secara mendalam tentang bisnis, tujuan, struktur organisasi, dan lingkungan operasional entitas atau organisasi yang akan diaudit. Hal ini melibatkan mempelajari informasi terkait dengan proses bisnis, kebijakan dan prosedur, sistem informasi, serta risiko yang terkait dengan entitas atau organisasi tersebut.
  2. Penetapan tujuan dan lingkup audit: Auditor perlu menetapkan tujuan audit yang spesifik dan jelas, seperti audit keuangan, audit kepatuhan, atau audit operasional. Selain itu, auditor juga menentukan lingkup audit yang mencakup area atau proses yang relevan dan signifikan yang akan diaudit.
  3. Identifikasi risiko audit: Auditor harus mengidentifikasi risiko yang mungkin mempengaruhi entitas atau organisasi yang akan diaudit. Risiko-risiko ini dapat meliputi risiko keuangan, operasional, dan kepatuhan. Identifikasi risiko membantu auditor dalam mengevaluasi tingkat risiko dan merancang strategi audit yang tepat.
  4. Perancangan program audit: Auditor merancang program audit yang mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengumpulkan bukti audit. Program audit mencakup metode pengumpulan bukti, pengujian kontrol internal, pengujian substantif, serta alokasi sumber daya dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan audit.
  5. Pengumpulan bukti audit: Auditor mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan cukup untuk mendukung temuan dan kesimpulan audit. Pengumpulan bukti dapat melibatkan wawancara, analisis dokumen, pengujian fisik, pengamatan langsung, atau teknik analisis lainnya.
  6. Evaluasi kontrol internal: Auditor mengevaluasi efektivitas sistem kontrol internal entitas atau organisasi yang akan diaudit. Evaluasi ini melibatkan identifikasi kontrol internal yang relevan dan penentuan apakah akan menguji pengendalian atau mengandalkan pengujian substansif.
  7. Pengujian substantif: Auditor melakukan pengujian rinci terhadap transaksi, saldo akun, atau informasi lainnya untuk mendapatkan bukti substantif yang cukup dan memadai. Pengujian ini dapat melibatkan analisis rasio, konfirmasi pihak ketiga, pengujian detail, atau pengujian analitik lainnya.
  8. Penyusunan laporan audit: Auditor menyusun laporan audit yang berisi temuan, kesimpulan, rekomendasi, dan pendapat auditor. Laporan audit disampaikan kepada manajemen entitas atau organisasi yang diaudit, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Elemen-elemen ini saling terkait dan memberikan dasar yang kuat untuk melaksanakan audit dengan cermat, terfokus, dan sesuai dengan standar audit yang berlaku.

 

Fraud Tree Klasifikasi Bid Rigging


Bid Rigging Definition

Bid rigging terjadi ketika sekelompok penawar secara tidak sah bersatu untuk merancang strategi untuk mengurangi persaingan dalam proses penawaran dan menentukan pemenang penawaran.

Jenis umum termasuk penawaran penutup, rotasi tawaran, penekanan tawaran, dan tawaran yang tidak sesuai.

Meningkatkan jumlah peserta, menjaga kerahasiaan informasi, dan melatih tim pemrosesan penawaran adalah beberapa metode yang dapat secara efektif mencegah skenario kolusi dalam proses penawaran.

How Does Bid Rigging Work?

Bid rigging adalah praktik umum di hampir setiap industri. Ini menghambat upaya pembeli untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga yang kompetitif. Para peserta bernegosiasi tentang tawaran yang menang dan harganya sebelumnya. Juga, mereka membagi keuntungan tambahan yang diperoleh dengan memenangkan tawaran bernilai tinggi di antara anggota konsorsium. Peserta yang kalah terlibat dalam kolusi mengajukan tawaran bernilai rendah atau tawaran dengan kriteria yang tidak dapat diterima karena sengaja kehilangan tawaran. Mereka mungkin juga dapat memperoleh subkontrak dari penawar yang menang. Dibutuhkan berbagai bentuk, di mana yang paling umum dan terkenal tercantum di bawah ini:

  1. Cover Bidding: Dalam penawaran penutup, penawar yang berencana untuk kalah menyiapkan penawaran yang berisi persyaratan yang tidak menarik atau jumlah penawaran yang tidak dapat diterima. Akibatnya, semua tawaran pesaing berada di atas harga yang disepakati tetapi kurang dari tawaran yang menang. Ini membuat tawaran pemenang yang telah ditentukan terlihat menarik. Selain itu, ini menciptakan ilusi bahwa proses penawaran adil dan kompetitif. Ini juga disebut sebagai penawaran pelengkap.
  2. Bid Rotation: Dalam rotasi penawaran, tim penawar yang bersekongkol akan terus berpartisipasi dalam tender di masa mendatang; Namun, pemenang penawaran yang dimaksud akan berubah setiap kali. 
  3. Bid Suppression: Dalam penekanan penawaran, pesaing tim kolusi memutuskan untuk sepenuhnya abstain dari proses penawaran sehingga entitas yang disepakati dapat memenangkan proses penawaran.
  4. Non-Conforming Bid: Dalam penawaran yang tidak sesuai, peserta lelang memberikan pengajuan penawaran yang tidak memenuhi kriteria kualifikasi.
  5. Phantom Bidding : Penawaran Phantom terjadi dengan bantuan kaki tangan untuk memicu penawar yang memenuhi syarat untuk mengutip nilai tinggi. Harga penawaran dinaikkan secara artifisial karena rencana ini.

Examples of Bid Rigging

Foreign-exchange bid rigging case

Mark Johnson, mantan kepala valas di HSBC Holdings Plc, dan Akshay Aiyer, mantan pedagang JPMorgan Chase & Co., dihukum karena peran mereka dalam penipuan kecurangan tawaran valuta asing. Mereka berkomplot dengan pedagang dari bank lain di ruang obrolan, percakapan telepon, dan pertemuan sosial untuk menyinkronkan tawaran dan menetapkan harga untuk mata uang Afrika, Eropa, dan Timur Tengah sambil memberi kesan bahwa mereka bersaing.

Menurut laporan Bloomberg, sejak tindakan keras dimulai, AS telah menyelidiki lebih dari setengah lusin pedagang. Beberapa institusi di seluruh dunia telah menghabiskan lebih dari $ 10 miliar denda untuk kesalahan di pasar mata uang. Citigroup Inc., Barclays Plc, Royal Bank of Scotland Group Plc, dan JPMorgan Chase semuanya mengaku memanipulasi nilai tukar mata uang pada tahun 2015 dan diwajibkan untuk memberi Departemen Kehakiman sekitar $ 2,5 miliar sebagai bagian dari kesepakatan $ 5,8 miliar dengan regulator.

How to Prevent Bid Rigging?

  1. Increase the number of bidders: Desain proses tender harus mengakomodasi jumlah maksimum penawar untuk mengurangi kemungkinan kolusi. Seiring bertambahnya jumlah peserta, kompleksitas pembentukan konsorsium penawar berkurang.
  2. Encourage maximum participation by simplifying the procedures: Kriteria peserta yang kaku dan ketat membuat calon penawar yang memenuhi syarat enggan berpartisipasi. Oleh karena itu, penyelenggara harus mempertahankan biaya operasi yang adil dengan menyederhanakan prosedur partisipasi, seperti membatasi perubahan yang tidak perlu dalam formulir penawaran dan berhenti menuntut informasi yang tidak relevan.
  3. Confidentiality and equality: Kerahasiaan adalah kuncinya di sini. Harga penawaran penawar tidak boleh diungkapkan kepada siapa pun dalam keadaan apa pun. Juga, tidak ada pemasok atau penawar yang harus diberi perlakuan istimewa.
  4. Restrict communication: Membatasi komunikasi antara penawar mengurangi kemungkinan kolusi. Mereka akan memiliki kesempatan terbatas untuk bertemu jika penawaran dilakukan melalui sarana elektronik atau pos.
  5. Train the team: Pelatihan yang memadai dari tim pengadaan menghasilkan proses tender yang kurang rentan terhadap kecurangan penawaran. Tim operasi harus memiliki akses ke data historis pelaksanaan penawaran untuk menganalisis dan mendeteksi pola kecurangan penawaran.
  6. Raise questions: Jika ada tawaran atau klausul dalam tawaran tidak masuk akal, pertanyaan yang sesuai harus diajukan untuk mendapatkan klarifikasi yang diperlukan.
  7. Grievance redressal:  Pejabat dapat mendorong pengaduan dan whistleblowing yang akan membantu mendeteksi kolusi. Juga, mereka dapat mengumpulkan pernyataan tertulis non-kolusi dari peserta.
  8. Awareness of market prices: Sangat penting untuk mengawasi harga dan kondisi pasar untuk menilai harga penawaran dan mendeteksi kolusi secara efektif.

Sumber : https://www.wallstreetmojo.com/bid-rigging/#examples-of-bid-rigging.


Wanita Tak Bersanggul - Asep Muhyidin

       Di sebuah desa kecil yang terpencil, Maya hidup di tengah norma-norma sosial yang kaku. Desa ini dipimpin oleh Pak Budi, seorang kepa...